A.
HUBUNGAN
KEWARISAN
Arti harta
warisan/pusaka/peninggalan (tirkah) adalah: harta yang ditinggalkan oleh si
mati secara mutlak. Artinya harta yang dimiliki oleh si mati saja, tidak
dicampur-campur dengan harta lain (sering disebut gono-gini) secara
keseluruhan, apa-apa saja yang menjadi milik si mati secara sah, itulah yang
dibagikan sebagai harta warisan atau pusaka, Misalnya seorang isteri meninggal
dunia, maka yang dibagikan hanyalah milik si isteri misalnya tabungannya,
motornya, atau apa saja yang menjadi milik dia, baik berasal dari perolehan,
pendapatan, ataupun pemberian; harta tinggalan lain seperti rumah dll. tidak
ikut menjadi obyek warisan jika rumah itu dibeli dari uang suaminya.
Dasarnya adalah
sekian banyak ayat Al-Quran yang menisbatkan harta dengan si mati, misalnya:
فَإِن كُنَّ
نِسَآءً۬ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۖ وَإِن كَانَتۡ
وَٲحِدَةً۬ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُۚ وَلِأَبَوَيۡهِ لِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡہُمَا
ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَك
Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua , maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, (QS.An-Nisa: 11)
وَلَڪُمۡ
نِصۡفُ مَا تَرَكَ أَزۡوَٲجُڪُمۡ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن ڪَانَ
لَهُنَّ وَلَدٌ۬ فَلَڪُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَڪۡنَۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬
يُوصِينَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكۡتُمۡ إِن لَّمۡ
يَڪُن لَّكُمۡ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن ڪَانَ لَڪُمۡ وَلَدٌ۬ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا
تَرَڪۡتُمۚ
Dan bagimu [suami-suami] seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (QS.An-Nisa:12)
B.
RUKUN
DAN SYARAT KEWARISAN
1.
Sebab-Sebab
Mewarisi
Seseorang tidak memiliki kemungkinan mewarisi orang lain kecuali
ketika ada padanya salah satu sebab-sebab berikut:
a.
Kekerabatan,
yaitu mencakup Usul, Furu’ dan Hawasyi
·
Ushul: ayah, ubu, para kakek, dan para nenek
·
Furuk: anak-anak laki-laki, anak-anak perempuan, dan keturunan mereka.
·
Hawasyi:
para saudara laki-laki atau perempuan, baik yang kandung, seayah
atau seibi\u, paman baik yang kandung ataupun seayah, dan anak-anak laki-laki
dari paman tersebut.
b.
Pernikahan
c.
Wala’
d.
Persaudaraan
islam
2.
Penghalang
Mewarisi
Bisa jadi sebab-sebab mewarisi itu ada pada seseorang namun
sebab-sebab itu dihalangi penghalang, sehingga ia tidak dapat mewarisi.
Penghalang-penghalang mewarisi ialah:
a.
Pembunuhan
b.
Status
hamba, karena hamba tidak memiliki hak milik
c.
Perbedaan
agama, artinya orang muslim tidak dapat mewarisi keluarganya yang kafir dfan
sebaliknya.
d.
Ketergantungan
satu hukum kepada hukum yang lain. Artinya penetapan hak mewarisi pada
seseorang menjadi penyebab iatidak dapat mewarisi.
e.
Riddah
3.
Syarat-Syarat
Mewarisi
Keabsahan mewarisi diisyaratkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Orang
yang diwarisi telah dinyatakan meninggal kendati berdasar Keputusan hakim.
b.
Ahli
waris masih hidup ketika orang yang diwarisinya menunggal dunia
c.
Diketahui
sebab yang menghubungkannya kepada mayit, yakni sebab kekerabatan atau
pernikahan atau Wala’.
d.
Diketahui
secara rinci sisi yang menetapkannya akan hak mewarisi, serta diketahui
derajatnya atas simeit.
C. MENGELOMPOKKAN AHLI WARIS
Ahli
Waris Dari Laki-Laki
1.
Suami: mendapat setengah
bila tidah ada anak, cucu laki-laki, cucu perempuan. Dan seperempat jika
ada anak, cucu laki-laki, cucu perempuan.
2.
Ayah: mendapat seper
enam bila simeit meninggalkan anak laki-laki, atau cucu laki-laki, atau seperenam
ditambah ashobah bila simeit meninggalkan anak perempuan atau cucu
perempuan saja, atau ashobah saja bila tidak ada yang disebutkan
tersebut.
3.
Kakek: sama hukumnya
seperti ayah, tetapi gugur bila ada ayah.
4.
Anak Laki-Laki: tetap menjadi
ashobah
5.
Cucu Laki-Laki Dari Anak Laki-Laki: tetap ashobah, tetapi gugur bila ada anak.
6.
Saudara Laki-Laki Kandung:
mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki / cucu laki-laki
7.
Saudara Laki-Laki Sebapak:
mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki / cucu laki-laki
/ Saudara laki-laki kandung
8.
Saudara Laki-Laki Seibu:
mendapat seperenam kalau seorang, atau sepertiga kalau dua orang keatas, tapi
gugur bila ada salah satu dari: bapak, kakek, anak lk/pr, cucu lk/pr
9.
Anak Laki-Laki Dari Saudara Laki-Laki Kandung: mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki /
cucu laki-laki / Saudara laki-laki kandung
10.
Anak Laki-Laki Dari Saudara Laki-Laki Sebapak: mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki /
cucu laki-laki / Saudara laki-laki kandung / Saudara laki-laki sebapak / Anak
laki-laki dari Saudara laki-laki kandung.
11.
Paman Kandung: mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah
/ anak laki-laki / cucu laki-laki / Saudara laki-laki kandung / Saudara
laki-laki sebapak / Anak laki-laki dari Saudara laki-laki kandung / Anak
laki-laki dari Saudara laki-laki sebapak / kakek.
12.
Paman Sebapak: mendapat
ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki / cucu laki-laki / Saudara
laki-laki kandung / Saudara laki-laki sebapak / Anak laki-laki dari Saudara
laki-laki kandung / Anak laki-laki dari Saudara laki-laki sebapak /
kakek / Paman kandung.
13.
Anak Paman Kandung:
mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki / cucu laki-laki
/ Saudara laki-laki kandung / Saudara laki-laki sebapak / Anak laki-laki dari
Saudara laki-laki kandung / Anak laki-laki dari Saudara laki-laki
sebapak / kakek / Paman kandung / Paman sebapak.
14.
Anak Paman Sebapak:
mendapat ashobah, tetapi gugur bila ada ayah / anak laki-laki / cucu laki-laki
/ Saudara laki-laki kandung / Saudara laki-laki sebapak / Anak laki-laki dari
Saudara laki-laki kandung / Anak laki-laki dari Saudara laki-laki
sebapak / kakek / Paman kandung / Paman sebapak / Anak paman kandung.
15.
......................................................................................................................
Ahli
Waris Dari Perempuan
1.
Istri: mendapat seperempat,
bila simeit tidak meninggalkan anak lk/pr, atau cucu lk/pr. Atau seperdelapan
bila simeit meninggalkan anak lk/pr, atau cucu lk/pr.
2.
Ibu: mendapat sepertiga,
bila simeit tidak meninggalkan anak lk/pr, atau cucu lk/pr, dan tidak
berbilang-bilang saudara. Atau seperenam bila simeit meninggalkan bila
simeit tidak meninggalkan anak lk/pr, atau cucu lk/pr atau berbilang-bilang
saudara.
3.
Anak Perempuan: mendapat setengah
kalau seorang, dan mendapat dua pertiga kalau dua orang atau lebih.
4.
Cucu Perempuan: mendapat setengah
kalau seorang, dan mendapat dua pertiga kalau dua orang atau lebih. Atau
seperenam kalau bersama seorang anak perempuan atau gugur bila
bersama dua orang anak perempuan. Atau ashobah bila ada cucu laki-laki,
tetapi gugur bila ada anak laki-laki.
5.
Saudara Perempuan Kandung:
mendapat setengah kalau seorang, dan mendapat dua pertiga kalau
dua orang atau lebih.Atau ashobah bila ada saudara laki-laki / tetapi gugur
bila ada anak laki-laki / Cucu / bapak.
6.
Saudara Perempuan Sebapak:
mendapat setengah kalau seorang, dan mendapat dua pertiga kalau
dua orang atau lebih. Atau seperenam
kalau bersama saudara perempuan kandung.
Atau gugur bila bersama dua orang saudara perempuan kandung. Atau ashobah
bila ada saudara laki-laki, tetapi gugur bila ada anak laki-laki / Cucu / bapak / saudara lk kandung.
7.
Saudara Perempuan Seibu:
mendapat seperenam kalau seorang, atau sepertiga kalau dua orang
keatas, tetapi gugur bila ada salah satu dari: ada ayah , anak lk/pr ,
cucu lk/pr , kakek.
8.
Nenek Dari Bapak:
mendapat seperenam, tapi gugur bila ada bapak atau ibu
9.
Nenek Dari Ibu: mendapat seperenam,
tapi gugur bila ada ibu
Bagian Fardhu Dalam Alqur’an
1/2 : SUAMI, jika tidak ada anak. Satu
orang anak perempuan jika tidak ada anak laki-laki. Seorang Cucu Perempuan jika tidak ada anak pr. Seorang
Saudara Perempuan Kandung bila tidak ada saudara laki-laki / anak laki-laki
/ Cucu / bapak. Seorang Saudara
Perempuan Sebapak, jika tidak ada
saudara perempuan kandung.
1/4 : SUAMI, jika ada anak
laki-laki. Istri, jika tidak ada
anak
1/8 : ISTRI, jika ada anak
2/3 : dua orang anak perempuan jika
tidak ada anak laki-laki. Dua orang Cucu
Perempuan jika tidak ada anak pr. Dua orang Saudara Perempuan Kandung bila
tidak ada saudara laki-laki / anak laki-laki / Cucu / bapak. Dua orang Saudara Perempuan Sebapak, jika tidak ada saudara perempuan kandung.
1/3 :
Ayah
/ Ibu, jika
tidak ada anak. Dua Saudara
Laki-Laki Seibu, bila tidak
ada salah satu dari: bapak, kakek, anak lk/pr, cucu lk/pr. Dua Saudara Perempuan bila tidak ada salah satu dari: ada ayah , anak lk/pr ,
cucu lk/pr , kakek.
1/6 : Ayah / Ibu, jika ada anak. Seorang Saudara Laki-Laki Seibu, bila
tidak ada salah satu dari: bapak, kakek, anak lk/pr, cucu lk/pr. Cucu Perempuan, kalau bersama seorang
anak perempuan. Saudara Perempuan
Sebapak, seperenam kalau bersama saudara perempuan kandung. Seorang Saudara
Perempuan Seibu, kalau tida ada
salah satu dari: ada ayah , anak lk/pr , cucu lk/pr , kakek. Nenek Dari Bapak, jika tidak ada ibu. Nenek Dari Ibu, Jika tidak ada ibu.
D.
BEBRAPA
MASALAH DALAM PEMBAGIAN WARISAN
1.
Hijab
Hijab ialah
menghalangi ahli waris dari harta warisan sehungga tidak dapat mewarisi sama
sekali (Hirman) atau bagiannya menjadi berkurang (Nuqsan).
2.
Musyarokah
Musyarokah
ialah seluruh harta warisan itu dibagi dua oleh dua kelompok ahli waris, tanpa
terpecah kepada bagian yang lain. Misalnya ahli waris itu adalah dua anak
perempuan dan satu anak laki-laki maka harta warisan itu dibagi dua,
satu bagian untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk dua anak perempuan atau
lebih. Szebab ketentuannya dalam hukum waris islam adalah bagi laki-laki itu
seumpama dua bagian perempuan.
3.
Aul
Permasalahan Aul
adalah permasalahan di mana siham ahli waris lebih besar dari asal masalah,
sehingga bagian yang diterima ahli waris berkurang, sesuai dengan kadar
kelebihan jumlah siham. Dalam keadaan ini kita harus menambah asal masalah
hingga kemudian ccok dengan siham-siham tersebut, inilah yang dinamakan dengan Aul.
Dalam bahasa sederhana dapat diartikan dengan: menambah asal masalah, karna
harta tidak mencukupi bagian ahli waris yang ada.
4.
Inkisar
Inkisar adalah
keadaan ketika satu siham dimiliki oleh lebih seorang dan masing-masing tidak
dapat menerima bagian yang sama kecuali berupa pecahan. Dalam keadaan ini kita
harus meluruskan asa masalah dengan teori perbandingan, dengan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
a.
Bila
siham yang pecah adalah siham satu kelompok.
b.
Bila
siham yang pecah adalah siham dua kelompok atau lebih.
Demikianlah yang disebut dengan inkisar.
DAFTAR RUJUKAN
Abubakar.
Taqiyuddin, 2007, Kifayatul Akhyar, Surabaya: CV Bina Ilmu, cet:7
Ad-Dimasyqi.
Muhammad Bin Abdurrohman, 2010, Rahmah Al-Ummah Fi Ikhtilaf Al-A’immah,
Bandung: Hasyim Press.
Ad-Dimyati.
Sayyid Abu Bakr, Tanpa Tahun, I’anah At’tholibin, Haromain.
Al-Banjari.
Muhammad Arsyad, 2008, Sabilal Muhtadin, Syrabaya: PT Bina Ilmu
Al-Malibari.
Zainuddin Bin Abdul Aziz, 1980, Fathul Mu’in, Kudus: Menara Kudus
Al-Jawi.
Muhammad Nawawi, 2005, Nihayatuzzain Fi Nihayati Al-Mubtadi’in,
Haromain.
HaromainHasan
Bin Muhammad Al-Masyath, Tanpa Tahun, At-Tuhfatu As-Saniyah, Medan:
Sumber Ilmu Jaya
Jalaluddin,
2009, Fikih Remaja, Jakarta: Kalam Mulia
Muhammad
bin Salim, Tanpa Tahun, Takmilatu Zubdatu Al-Haditsi,
Rasjid.
Sulaiman, 2011, Fiqh Islam, Bandung: Algesindo, cet:52
Rifa’i.
Moh, 1938, Fiqh Islam, Semarang: Toha Putra.
Rohmat.
MS, 2011, Buku Pintar Ilmu Faro’id, Jawa Tengah: Rumah Ilmu Islami.
Sa’id
Bin Sa’id An-Nabhan, Tanpa Tahun, Ar-Rohabiyyah, (Al-Majmu’at: Pesantren
Jawa, Kota Wali).
0 komentar:
Posting Komentar